Bupati Asahan Diminta Cabut Perbup soal Penghargaan Hadiah Umroh

ASAHAN –  Peraturan Bupati (Perbup) Asahan Nomor 69 Tahun 2022 Tentang Penghargaan Hadiah Umroh kepada Masyarakat diminta dicabut.  Pasalnya, perbup ini dinilai bertentangan dengan sejumlah Undang-Undang dan Peraturan yang ada.

Hal tersebut disampaikan oleh Ketua Lembaga Swadaya Masyarakat Indonesian Coruption Watch (LSM ICW) Kabupaten Asahan, Rudi Hartono kepada wartawan, Rabu (25/1/2022).

Dia meminta dan mendesak Menteri Dalam Negeri (Mendagri) Tito Karnavian dan Gubernur Sumatera Utara, Edy Rahmayadi untuk segera membatalkan dan mencabut Perbup tersebut.

Kepada wartawan, mantan Anggota DPRD Asahan ini mengatakan, pihaknya sedang menyiapkan surat permintaan pembatalan Perbup tersebut.

“Surat akan segera kami kirimkan ke Mendagri dan Gubernur. Karena kita saat ini sedang melakukan telah dan pengkajian terhadap Perbup yang dinilai tidak berpihak ke masyarakat Asahan,” ujarnya.

Menurutnya,  ada sejumlah regulasi yang dinilai bertentangan antara Perbup tersebut dengan Peraturan yang ada di atasnya.

“Perbup ini tidak dibenarkan. Karena sesuai pasal 250 ayat (1) Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 Tentang Pemerintahan Daerah menyebutkan bahwa Perda dan Perkada dilarang bertentangan dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi, dan ini menjadi azas dalam pembuatan peraturan di daerah,” tegasnya.

Mengacu kepada regulasi ini, sambungnya, pihaknya telah melakukan telaah, yang menurut Perbup yang diberitakan dalam lembaran daerah pada tanggal 15 Desember 2022 oleh Sekdakab Asahan, Jhon Hardy Nasution  tersebut bertentangan dengan sejumlah regulasi.

Diantaranya, yakni  pasal 76 ayat (1) Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah, pasal 3 ayat (1) Peraturan Pemerintah Nomor 12 Tahun 2012 tentang Pengelolaan Keuangan Daerah, pasal 23-24 Peraturan Pemerintah Nomor 12 Tahun 2012 Tentang Pengelolaan Keuangan Daerah, Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 77 Tahun 2020 Tentang Pedoman Teknis Pengelolaan Keuangan Daeran dan Perpres Nomor 12 Tahun 2021 Tentang Perubahan Atas Peraturan Presiden Nomor 16 Tahun 2018 tentang Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah jo Peraturan Lembaga Kebijakan Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah RI (LKPP-RI).

Rudi juga menilai, kebijakan Bupati Asahan, H. Surya Bsc dengan menerbitkan Perbup Nomor 69 Tahun 2022 tersebut bersifat diskriminatif. Dan ini tidak dibenarkan oleh Undang-Undang.

“Banyak pasal di dalam Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah yang melarang ini,”jelasnya.

Karena jika perbup ini menyangkut pemberian penghargaan kepada masyarakat Asahan, maka perbup ini seharusnya berlaku umum, apalagi kegiatannya menggunakan APBD. 

“Jika perbup ini menyangkut pemberian penghargaan kepada masyarakat Asahan, maka perbup ini seharusnya berlaku umum, apalagi kegiatannya menggunakan APBD. 

“Kenapa ? Namanya saja penghargaan, maka semua orang yang dipandang cakap dan layak mendapat penghargaan atas jasa dan prestasinya kepada pemerintah daerah maka semua orang berhak mendapat penghargaan, karena itu Perbupnya harus bersifat umum sehingga semua pihak bisa mendapat kesempatan yang sama,””ujarnya.

Selain itu,kata Rudi menegaskan, pengajuan permohonan pembatalan Perbup ini dilihat dari aspek efisiensi anggaran. Soalnya jika semua lapisan masyarakat meminta hak yang sama, yakni penghargaan hadiah dalam bentuk wisata rohani, berapa besar anggaran daerah yang terserap untuk Kegiatan ini.

 “Ini akan mengurangi porsi anggaran belanja pembangunan. Bayangkan berapa anggaran yang dihabiskan, sementara untuk menangani kebutuhan infrastruktur saja, Asahan belum mampu menangani kebutuhan tersebut secara maksimal,” sebut dia.

Terpisah, Kadis Kominfo Pemkab Asahan, Syamsuddin ketika dikonfirmasi mengatakan, lahirnya Perbup Asahan Nomor 69 Tahun 2022 telah melalui proses pengkajian dengan dasar hukum dan aturan-aturan normatif. Bahkan dia memastikan jika Perbup Asahan nomor 69 Tahun 2022 tersebut telah mendapat evaluasi  Gubernur Sumut, Edy Rahmayadi. “Kalau ada warga yang tidak setuju dengan kebijakan ini dan mengajukan permohonan pembatalan  kepada Gubernur dan Mendagri, ya sah-sah saja. Karena ini menyangkut hak yang dijamin dan dilindungi oleh Undang-Undang,”jawabnya.   (Atv)

bagikan

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *